Demokrasi Sebagai Pandangan Hidup Di Indonesia

A.   DEMOKRASI SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai filsafat hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demokrasi tidak akan datang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu kerangka berpikir dan rancangan masyarakat.[1]
Demokrasi tidak datang dengan tiba-tiba dari langit. Ia merupakan proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran dan penghayatan. Keberhasilan demokrasi ditunjukkan oleh sejauh mana demokrasi sebagai prinsip dan acuan hidup bersama antar warga negara dan antar warga negara dengan negara yang dijalankan dan dipatuhi oleh kedua belah pihak. Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan dan biasakan dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasi dalam kerangka di atas berarti sebuah proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat.
Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis serta teoritis dari masyarakat yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut Nurcholish Madjid, pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri yang demokrasinya sudah mapan.
Demokrasi sebagai sikap hidup berisi nilai-nilai yang dapat dimiliki, dihayati, dan diamalkan oleh setiap orang. Bentuk pemerintahan demokrasi ataupun sistem politik demokrasi suatu negara memerlukan sikap hidup warganya yang demokratis. Demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk atura sosial politik. Bentuk kehidupan yang berdemokrasi akan kokoh bila dikalangan masyarakat tumbuh nilai-nilai demokrasi tersebut.[2]
Setidaknya ada 6 norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis. Keenam norma itu adalah:
1. Kesadaran akan pluralisme.
Kesadaran akan kemajemukan tidak sekedar pengakuan pasif akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Kesadaran atas kemajemukan menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku menghargai dan mengakomodasi beragam pandangan dan sikap orang dan kelompok lain, sebagai bagian dari kewajiban warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi hak orang lain untuk diakui keberadaannya.
Sebagai bangsa yang ditakdirkan ALLAH sebagai bangsa yang majemuk, seluruh warga negara Indonesia seharusnya memandang kemajemukan negeri ini sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus tetap dipelihara dan dilestarikan. Memaksakan keinginan individu dan kelompok, baik bernuansa agama maupun budaya, pada dasarnya merupakan sikap yang berlawanan dengan takdir kemajemukan tersebut. Dengan kata lain, kenyataan alamiah kemajemukan Indonesia dapat dijadikan sebagai modal potensial bagi masa depan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI dan dasar Pancasila.
2. Musyawarah
Makna dan semangat musyawarah ialah mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan bebas dalam setiap keputusan bersama. Konsekuensi dari prinsip ini adalah kesediaan setiap orang maupun kelompok untuk menerima pandangan yang berada dari orang atau kelompok lain dalam bentuk-bentuk kompromi melalui jalan musyawarah yang berjalan secara seimbang dan aman.
3. Cara haruslah sejalan dengan tujuan
Norma ini menekankan bahwa hidup demokratis mewajibkan adanya kenyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan.Demokrasi pada hakekatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur demokrasi (pemilu, suksesi, dan aturan mainnya), tetapi harus dilakukan secara santun dan beradab yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekanan, dan saling menguntungkan. Sejalan dengan norma ini, demokrasi pada lahirnya tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa akhlak terpuji (akhlaqul karimah) warga negara.
4. Norma kejujuran dalam permufakatan
Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyasawaratan yang jujur dan sehat untuk mencapai kesepakatan yang memberi keuntungan semua pihak. Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan positif terhadap perbedaan pendapat dan orang lain.

5. Kebebasan nurani, persamaan hak, dan kewajiban.
Pengakuan akan kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban baik semua merupakan norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada iktikad bagi orang dan kelompok lain. Norma ini akan berkembang dengan baik jika di topang oleh pandangan positif dan optims terhadap manusia. Sebaliknya, pandangan negatif dan pesimis terhadap manusia dengan mudah akan melahirkan sikap dan perilaku curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sikap dan perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling terbuka, saling berbagi untuk kemaslahatan bersama atau unuk melakukan kompromi dengan pihak-pihak yang berbeda.

6. Trial and error (percobaan dan slah)
Demokrasi bukanlah sesuatu yang telah selesai dan siap saji, tetapi ia merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam kerangka ini demokrasi membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima kemungkinan ketidak tepatan atau kesalahan dalam praktik berdemokrasi. Sebagai negara yang minim pengalam berdemokrasi, Indonesia masih membutuhkan percobaan-percobaan dan “jatuh bangun” dalam berdemokrasi. Kesabaran semua pihak untuk melewati proses-proses demokrasi akan sangat menentukan kemaangan demokrasi Indonesia.[3]



[1]Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta, 2009, hal 204.
[2] http://robisapoetra.blogspot.com/2013/11/demokrasi-sebagai-pandangan-hidup-dan.html
[3] ICCE, DEMOKRASI, HAK ASASI MANUSIA, DAN MASYARAKAT MADANI, Jakarta: ICCE, 2006, hal 134-137

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODEL-MODEL DEMOKRASI

Pengetian Demokrasi di Indonesia